Jumat, 22 Oktober 2010

proses manajemen

PROSES MANAJEMEN

Pengertian Manajemen
Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Peranan Manajemen
1. Orientasi pada tujuan
Dalam organisasi bisnis :
 Pengembalian investasi
 Sumbangan terhadap perbaikan ekonomi dan sosial
Dalam organisasi non-bisnis :
 Mencapai misi dengan biaya tertentu
2. Orientasi pada sumber daya manusia

Pengertian Proses Manajemen
suatu set dari pada fungsi-fungsi manajerial yang dibentuk oleh semua manajer tanpa memperhatikan setiap hal dalam setiap hieraki administratif atau tempat-tempat dimana mereka memberikan pelayanan.
Bagan Proses Manajemen
















Fungsi-fungsi dan Proses Manajemen
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. penempatan tenaga kerja dan manajemen sumber daya manusia
4. Kepemimpinan dan pengaruh hubungan antar manusia
5. Pengendalian

Inti Dari Perencanaan Manajerial
Perencanaan manajemen adalah proses yang mencakup tahap-tahap berikut:(1) menetukan tujuan dan sasaran perusahaan, (2) mengembangkan asumsi tentang lingkungan perusahaan, (3) membuat keputusan tentang kegiatan yang akan dilakukan, (4) melaksanakan untuk mengaktifkan rencana, (5)
Mengevaluasi umpan balik kinerja untuk perencanaan ulang.
Proses pengambilan Keputusan:

1. Mengenali masalah
2. Identifikasi alternatif-alternatif
3. Mengiidentifikasi penyebab ketidakpastian
4. Memilih kinerja
5. Mempertimbangkan preferensi terhadap risiko
6. Evaluasi alternatif
7. Memilih alternatif yang terbaik
8. Mengimplementasikan keputusan yang diambil



Beberapa Konsep Tentang Peranan Manajerial
Ada beberapa perbedaan konseptual tentang peranan manajemen dalam kegiatan bisnis dan non bisnis. Suatu telaah ringkas tentang posisi ekstrim perbedaan konseptual ini akan memperjelas masalah ini. Kutub ekstrim pertama Teori Pasar, sedangkan kutub yang berlawanan disebut Teori Perencanaan dan Pengendalian.
Teori Pasar:
1. Manajemen berada pada suatu lingkungan ekonomis, sosial dan kekuatan politik tertentu.
2. Sebagai akibat, manajemen biasanya berperan sebagai peramal – membaca kondisi lingkungan.
3. Jika kondisi lingkungan sudah terbaca, keputusan manajerial yang reaktif dibuat.
4. Oleh karena itu, kompetensi manajemen tergantung pada kemampuan untuk membaca kondisi lingkungan dan bereaksi dengan bijak.
Teori perencanaan dan pengendalian:
1. Masa depan perusahaan dapat dimanipulasi, sehingga dapat direncanakan dan dikendalikan oleh manajemen.
2. Manajemen yang baik dapat membuat rencana realistis untuk mencapai tujuan perusahaan.
3. Manajemen dapat memanipulasi variabel yang dapat dikendalikan dan merencanakan variabel yang tidak dapat dikendalikan
4. Oleh karena itu, mutu keputusan perencanaan manajerial ditentukan oleh kompetensi manajemen.
Konsistensi dengan pandangan konseptual tentang peranan manajemen ini, Fayol menulis bahwa kegiatan dari suatu kegiatan industri dapat dibagi menjadi 6 kategori: 1. Teknis, 2. Komersil, 3. Keuaangan, 4. Keamanan, 5. Akuntansi, 6. Kegiatan Manajerial.
Pada dasarnya, pengambilan keputusan manajerial akan diikuti dengan tugas-tugas (1) Memanipulasi variabel yang tidak dapat dikendalikan dengan relevan, dan (2) memenfaatkan variabel yang tidak dapat dikendalikan tetapi relevan, yang mungkin mempengaruhi kesuksesan operasi perusahaan dalam jangka panjang.
Ada dua jenis utama perencanaan manajemen yang dapat didentifikasi, yaitu:
1. Strategis, dimensi waktunya jangka panjang, karakteristiknya difokuskan pada tujuan perusahaan dan secara keseluruhan mempengaruhi seluruh fungsi manajemen, melibatkan konsekuensi yang menyeluruh dan jangka panjang.
2. Taktis atau operasional, sifatnya janga pendek, karakteristiknya merumuskan tujuan perusahaan untuk mengembangkan program, kebijakan,kinerja yang diharapkan; difokuskan pada tingkatan yang yang telah diberi wewenang dan tanggung jawab; meyediakan ”informasi anggaran” untuk laporan prestasi kinerja.

Pengorganisasian
Cakupan kegiatan pengorganisasian:
1. Membagi unit perusahaan menjadi unit kerja yang dapat dikelola (misalnya divisi ata bagian)
2. Menugaskan atau mendelegasikan tanggung jawab manajemen
3. Mendefinisikan arah dari keputusan-keputusan
Karakteristik dari struktur Perancangan Organisasi:
1. Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan
2. Ada dua jenis fungsi staf:
a. Penasehat dan wewenang garis funsional terbatas pada bidang keahliannya.
b. Bidang keahlian khusus dan bidang pelayanan masyarakat
3. Ada empat jenis Divisi Operasi, tiga divisi berdasarkan produk dan satu divisi berdasarkan area geografis.
4. Setiap divisi memiliki staf teknis dengan spesialisasi tersendiri
5. Pengendalian mutu pada divisi peralatan rumah tangga adalah suatu fungsi staf yang bertnggung jawab kepada General manager dari divisi tersebut. Fungsi staf pengendalian mutu bertanggung jawab terhadap mutu pada pabrik tang bersangkutan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi struktur Organisasi:
1. Faktor internal
a. Pandangan konseptual yang dipakai pembuatan keputusan secara sentralitas versus pembuatan keputusan secara desentralisasi yang bersifat mendelegasikan lebih banyak wewenang ke tingkat yang lebih rendah
b. Rentang kendali, yaitu banyaknya jumlah karyawan yang melapor ke seorang penyelia
c. Keragaman produk dan jenis operasi
d. Ukuran atau besarnya organisasi
e. Karakteristik dari karyawannya

2. Faktor eksternal
a. Teknologi
b. Karakteristik pasar
c. Ketergantungan terhadap lingkungan

Inti Pengendalian Manajerial
Jenis pengendalian:
1. pengendalian awal
2. penendalian berjalan (biasanya dalam bentuk laporan kinerja berkala)
3. pengendalian umpan balik


Proses pengendalian
Biasanya terdiri dari beberapa tahap:
1. membandingkan kinerja aktual untuk periode yang bersangkutan dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. menyiapkan laporan kinerja yang berisi hasil aktual, hasil yang direncanakan dan selisih dari kedua angka tersebut.
3. menganalisis penyimpangan antara hasil aktual dengan hasil yang direncanakan dan mencari sebab-sebab dari penyimpangan tersebut.
4. mencari dan mengembangkan tindakan alternatif untuk mengatasi masalah dan belajar dari pengalaman pihak lain yang telah sukses disuatu bidang tertentu.
5. memilih dari kumpulan alternatif yang ada dan menerapkan tindakan tersebut.
6. tindak lanjut atas pengendalian untuk menilai efektivitas dari tindakan koreksi yang ditetapkan. Selanjutnya dengan umpan maju untuk memebuat perencanaan periode berikutnya.

Beberapa Aspek Perilaku Dalam Proses Manajemen
1. Perencanaan (sasaran, kebijakan dan standar)
 Partisipasi versus non-partisipasi
 Proses perencanaan
 Komunikasi rencana
 Penggunaan rencana dan standar
2. Pengorganisasian
 Rancangan organisasi
 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
 Spesifikasi pekerjaan
 Konflik antara fungsi lini dan staf
 Proses untuk mempekerjakan karyawan
3. Penempatan tenaga kerja
 Gaji / insentif
 Evaluasi kinerja
 Pengayaan kerja (job enrichment / kesempatan berkarir
 Harapan masa depan karyawan
4. Kepemimpinan
 Gaya kepemimpinan
 Sikap terhadap karyawan / pekerja
5. Pengendalian (termasuk evaluasi kinerja)

 Cara menetapkan sasaran dan standar kinerja
 Perangkat sasaran dan standar
 Cara / metode pengukuran kinerja
 Tindakan koreksi
 Imbalan dan hukuman
 Kegiatan tindak lanjut, dll
 Sikap manajer terhadap resiko
 Evaluasi berdasarkan kinerja yang dapat dikendalikan
 Mencapai kesamaan tujuan (goal congruence)
 Provisi untuk insentif


Aliran Pemikiran Tentang Manajemen Perilaku
1. Klasik/clasikal (Akhir 1800-an)
Pendukungnya : Taylor dan Fayol
Prinsip Utama :
• Menekankan pada efisiensi teknik
• Pekerja diperlakukan sebagai faktor konstan
• Wewenang dari atas ke bawah, tidak ada partisipasi
2. Perilaku/Behavioral (1920an – 1950an)
Pendukungnya : Mayo, oethlisberger, McGregor, Argyris
Prinsip Utama :
• Mengakui Kebutuhan, kematian dan keinginan para pekerja
• Menganalisa perilaku pekerja ditempat kerja
• Lebih memotivasi pekerja dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.
3. Ketergantungan/situasional (1950an – sekarang)
Pendukungnya : Banyak Pendukung
Prinsip Utama :
• Ada partisipasi dan wewenang yang cukup wajar
• Sintesa dari inti pemikiran aliran klasik dan aliran perilaku
• Pengakuan atas meningkatnya kompleksitas proses pengambilan keputusan oleh manajer
• Pengakuan adanya konjensi atau pandangan situasional
• Partisipasi dan garis kewenangan, perbedaan
4. Keagenan/Agency (1975 – sekarang)
Pendukungnya : Jensen, Meckling, Ross, Holm-stom
Prinsip Utama :
• Suatu pandangan dari para ekonom tentang suatu organisasi
• Organisasi dipandang sebagai kontak yang menghubungkan antara pemilik, manajer, pekerja, pemasok, dan pihak lainnya
• Semua pihak diasumsikan betindak rasional untuk memaksimumkan masing-masing tujuan mereka
• Individu yang berbeda mempunyai kumpulan informasi yang berbeda
Program-program Manajemen Perilaku
Manajemen perilaku adalah teknik untuk memacu produktivitas yang ditujukan untuk memberikan motivasi positif dengan menggunakan imbalan dan hukuman dan didasarkan pada :
1. Perilaku yang mengarah ke konsekuensi positif cenderung akan diulang oleh para individu, sedangkan perilaku yang mengarah ke konsekuensi negative cenderung tidak akan diulangi.
2. Dengan memberikan dan menyediakan imbalan yang tepat, seseorang dapat mengubah perilaku orang lain.
Mengelola Perilaku dengan Insentif Ekonomi
Pandangan ekonom terhadap manajemen perilaku menekankan pada kontrak antara organisasi dan pekerja. Kontrak ini berisi upah, gaji, atau bonus dan juga berisi karakteristik yang tersirat seperti promosi atau pengakuan kerja. Tujuannya adalah untuk memperinci kontrak antara perusahaan dengan pekerja supaya pekerja mengerahkan segala upayanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan pada saat yang sama, risiko yang dihadapi perusahaan ditanggung bersama oleh seluruh tenaga kerja.








Tahap-tahap dalam program manajemen perilaku

Langkah 1




Langkah 2




Langkah 3




Langkah 4





Tidak

dasar-dasar pemahaman peserta didik

Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan forformal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain seperi Siswa, Mahasiswa, Warga Belajar, Palajar, Murid serta Santri. Guna bisa memberikan bimbingan konseling yang efektif kepada peserta didik. Tentunya terlebih dahulu para pendidik harus mengerti tentang dasar-dasar pemahaman peserta didik. Berikut hal-hal dasar yang harus dipahami oleh pendidik, calon pendidik maupun orang tua agar peserta didik bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal.
2.1. Pengertian Individu Sebagai Kesatuan Berbagai Karakteristik
Untuk memahami karakteristik individu, perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan individu itu.
a. Pengertian Individu
"Manusia" adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak dulu manusia telah men¬jadi salah satu objek filsafat, baik objek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun objek materiil yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dan dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir "homo sapiens", makhluk yang berbentuk atau "homo faber", makhluk yang dapat dididik atau "homo educandum", dan seterusnya merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat digunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut. Berbagai pandangan itu membuktikan bahwa manusia yang makhluk yang kompleks. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa yang dimaksud manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan manunggal¬,berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang terdiri antar berbagai segi, yaitu antara segi (i) individu dan sosial, segi (ii) jasmani dan rohani, dan (iii) dunia dan akhirat. Keseimbangan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara individu dengan dirinya, individu dengan sesama individu, individu dan alam sekitar atau lingkungannya, dan individu dengan Tuhan.
Uraian tentang individu dengan kedudukannya sebagai peserta didik; haruslah menempatkan individu tersebut sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat. Sifat-sifat dan ciri-ciri tersebut merupakan hal yang secara mutlak disandang oleh manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh. Individu berarti: tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat dipisahkan; keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal, dan khas. Seseorang berbeda dengan orang lain karena ciri-cirinya yang khusus itu (Webster's, : 743). Menurut us Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, oknum (Echols, 1975: 519).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan-perubahan apa saja yang diiginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Jadi anak dibantu oleh orang tua, dan orang dewasa lainnya untuk memanfaatkan kapapasitas potensi yang dibawanya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
2.2 Karakteristik Peserta Didik
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungannya. karakteristik bawaaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menynagkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu ada keyakinan, kepribadian terbawa pembawaaan (heredity) dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan (heredity) dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor terpisah masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Namun kemudian makin disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang dirasakan oleh seorang anak, remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-cintanya. Dengan demikian, penentuan tujuan belajar itu sebenarnya harus dikaitkan atau disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik peserta didik itu sendiri.
Nature dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Sejauhmana sesorang dilahirkan menjadi individu seperti “dia” atau sejauhmana seorang individu dipengaruhi subjek penelitian dan diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan factor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh factor lingkungan.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik peserta didik yaitu:
1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau Prerequisite skills, seperti misalnya kemampuan intelektual, kemampuan berfikir,mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor dan lainnya.
2. Karakteristik yang berhungan dengan latar belakang dan status sosial (socioculture)
3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan lain-lain:
Pengetahuan mengenai karakteristik peserta didik ini memiliki arti yang cukup penting dalam interaksi belajar mengajar. Terutama bagi guru, informasi mengenai karakteristik peserta didik senantiasa akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaranyang lebih baik, yang dapat menjamin kemudahan belajarbagi setiap peserta didik.
Adapun Karakteristik Peserta Didik yang mempengaruhi kegiatan belajar peserta didik antara lain:
1. Kondisi fisik
2. Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan
3. Gaya belajar
4. Usia
5. Tingkat kematangan Ruang lingkup minat dan bakat
6. Lingkungan sosial ekonomi dan budaya
7. Faktor emosional
8. Faktor komunikasi
9. Intelegensia
10. Keselaran dan attitude
11. Prestasi belajar
12. Motivasi dan lain-lain.
2.3 Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
Dalam banyak buku, makna pertumbuhan sering diartikan sama dengan perkembangan sehingga kedua istilah itu penggunaannya seringkali dipertukarkan (interchange) untuk makna yang sama. Ada penulis yang suka menggunakan istilah pertumbuhan saja dan ada yang suka menggunakan istilah perkembangan saja. Dalam buku ini istilah pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan perubahan¬-perubahan ukuran fisik yang secara kuantitatif semakin besar dan atau panjang, sedang istilah perkembangan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan terjadinya pcrubahan-perubahan aspek psikologis dan aspek sosial.
Sejak lahir, bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan sifat kodrat manusia yang harus mendapat perhatian secara saksama. Mengingat pentingnya makna pertumbuhan dan perkembangan ini, maka persoalan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan akan dijelaskan secara khusus di bagian lain. Untuk memberi gambaran bahwa makna pertumbuhan dibedakan dari makna perkembangan, secara singkat disajikan yaitu bahwa istilah pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik atau biologis dan istilah perkembangan digunakan untuk pcrubahan-perubahan kualitatif mengenai aspek psikis atau rohani dan aspek sosial.
Setiap individu pada hakikatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelek, emosi, sosial, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta sikap. Berikut ini diuraikan pokok-pokok pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek tersebut.
1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. Berikut uraian tentang pertumbuhan fisik manusia:
a. Pertumbuhan Sebelum Lahir
Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan set telur dan sperma) yang membentuk suatu set kehidupan, yang disebut embrio. Embrio manusia yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar setengah sentimeter. Pada umur dua bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua setengah sentimeter dan disebut janin atau "fetus". Baru setelah satu bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga bulan), janin atau fetus tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil.
Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing-masing komponen biologis telah mampu berfungsi secara mandiri.
b. Petumbuhan Setelah Lahir
Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan kelanjutan pertumbuhannya sebelum lahir. Proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa. Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan berat badannya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir sampai dengan umur,25 tahun, perbandingan ukuran badan individu, dari pertumbuhan yang kurang proporsional pada awal terbentuknya manusia (kehidupan sebelum lahir atau pranatal) sampai dengan proporsi yang ideal di masa dewasa.
setiap bagian fisik seseorang individu akan terus mengalami perubahan karena pertumbuhan, sehingga masing-masing komponen tubuh akan mencapai tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya. Jaringan saraf otak atau saraf sentral akan tumbuh dengan cepat karena saraf pusat itu akan menjadi sentral dalam menjalankan fungsi jaringan saraf di seluruh tubuh manusia.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik
Penyebab perubahan pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endokrin. Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak mengeluarkan dua macam hormon yang diduga erat ada hubungannya dengan perubahan pada masa remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon gonadotropik atau sering disebut hormon yang merangsang gonad - yaitu merangsang gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktiflcan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan terletak di otak.
Meskipun kelenjar gonad atau kelenjar kelamin sudah ada dan aktif sejak seorang dilahirkan, namun kelenjar ini seolah-olah tidur dan baru akan aktif setelah diaktifkan oleh hormon gonadotropik dari kelenjar pituitari pada saat si anak memasuki tahap remaja. Segera setelah ter¬capai kematangan alat kelamin, maka hormon gonad akan menghentikan aktivitas hormon pertumbuhan. Dengan demikian, pertumbuhan fisik akan terhenti. Keseimbangan yang tepat yang tercipta antara kelenjar pituitari dan gonad menimbulkan perkembangan fisik yang tepat pula. Sebaliknya bila terjadi gangguan dalam keseimbangan ini, maka akan timbul penyimpangan pertumbuhan.
Selama masa remaja, seluruh tubuh mengalami perubahan, baik di bagian luar maupun di bagian dalam tubuh, baik perubahan struktur tubuh maupun fungsinya. Pada kenyataannya hampir semua bagian tubuh perubahannya mengikuti irama yang tetap, sehingga waktu ke-jadiannya dapat diperkirakan sebelumnya. Perubahan tersebut tampak jelas sekali pada bagian pertama masa remaja. Kondisi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik adalah:
1. Pengaruh keluarga
2. Pengaruh gizi
3. Gangguan emosional
4. Jenis kelamin
5. Status sosial ekonomi
6. Kesehatan
7. Bentuk tubuh
2. Pertumbuhan dan perkembangan Intelektual
Intelek atau daya pikir berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak. Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan kemampuan otak dalam merespon stimulus yang ada. Menurut English & English dalam bukunya "A Comprehensive Dictionary of Psychological and Psychoanalitical Terms", istilah intellect berarti antara lain:
1). kekuatan mental di mana manusia dapat berpikir;
2). suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubung¬kan, menimbang, dan memahami); dan
3). kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence = intellect).
Sedangkan Menurut kamus Webster New World Dictionary of the Ameri¬can Language, istilah intellect berarti :
1) kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan,
2) kecakapan mental yang besar, sangat intelligence, dan
3) pikiran atau inteligensi.
Istilah inteligensi telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara definitif istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang inteligensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumus inteligensi salah satunya adalah sebagai berikut: “Inteligensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya”
3. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan sikap atau perilaku fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan teriakan Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk mencapai atau memiliki sesuatu. perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan oleh berbagai dorongan dan minat. Seberapa banyak dorongan¬-dorongan dan minat-minat seseorang itu terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman emosionalnya. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afek¬tif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982: 59). Di samping perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, dan benci.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi; contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi.
Seseorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, di mana dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan atau minatnya dapat terpenuhi atau dapat berhasil dicapai, ia (mereka) cen¬derung memiliki perkembangan emosi yang stabil dan dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Tetapi sebaliknya, jika dorongan dan ke¬inginannya tidak berhasil terpenuhi, baik hal itu disebabkan kurangnya kemampuan untuk memenuhinya atau karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang, sangat dimungkinkan perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi munculnya emosi atau perasaan-perasaan baru seperti rasa cinta, rindu, keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru dan sebagainya. Oleh karenanya pada masa ini emosi remaja cenderung labil. para pendidik, dan orang tua memiliki peran yang besar untuk mengarahkan mereka sehingga tidak terjerumus kearah negative.
Seiring berjalannya waktu, seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarah¬kan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu, untuk memahami remaja, memang perlu mengetahui apa yang ia lakukan dan pikirkan. Di samping itu hal yang lebih penting untuk diketahui adalah apa yang mereka rasakan. Makin banyak kita dapat memahami dunia remaja seperti apa yang mereka alami, makin perlu kita melihat ke dalam kehidupan emosional¬nya dan memahami perasaan-perasaannya, baik perasaan tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain. Gejala-gejala emosional seperti marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik.
4. Perkembangan Sosial
Pada masa remaja perkembangan social cognition atau kemampuan untuk memahami orang lain mulai berkembang pesat. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan social dengan eman sebayanya, serta mulai menjalin kedekatan dengan lawan jenisnya. Pada masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap conformity yaitu kecenderungan untuk meniru orang lain. Maka, tidak mengeherankan jika banya remaja yang meniru gaya artis idolanya disekolah. Sebagai Pendidik kita harus memberikan pengertian tentang hal ini dan membantu mereka agar bisa menemukan jati diri mereka sendiri.
5. Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomu¬nikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seseorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan meng¬gunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap per¬kembangan kemampuan berbahasa. Bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana rnenuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengar.uhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal yang lain,"meniru" dan "mengulang" hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Bayi bersuara,"mmm mmm", ibunya tersenyumn dan mengulang menirukan dengan memperjelas arti suara itu menjadi "maem¬maem". Bayi belajar menambah kata-kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarkannya. Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat anak mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan pe¬nguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.
Bahasa remaja adalah bahasa yang tengah berkembang dikalangan remaja. Anak remaja telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan. Bahasa remaja selalu berubah-ubah (sangat dinamis) biasanya sangat dipengaruhi oleh tren yang sedang marak saat itu.
6. Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Dapatkah nilai-nilai hidup dipelajari? Kalau dapat dipelajari se¬bagai satu ilmu atau sebagai pengetahuan, apakah pengetahuan tentang nilai-nilai hidup itu dapat seketika membuat orang mau dan mampu bertindak/bertingkah laku sesuai dengan apa yang diketahuinya?
Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif yang tinggi (Surakhmad, 1980: 9). Proses pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan. menuju bentuk sikap dan tingkah laku adalah proses kejiwaan yang musykil. Seorang individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi, kecuali secara tidak langsung, misalnya melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat meng¬gambarkan sikap mental tersebut, bahkan secara tidak langsung pun ada kalanya cukup sulit untuk menarik kesimpulan yang teliti.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan pengertian dan saling:keterkaitan antara nilai, moral dan sikap, serta pengaruhnya terhadap tingkah laku.
1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta Pengaruhnya terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988, 5). Sopan santun, adat, dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan sese-orang dalam kedudukannya sebagai warga negara Indonesia dalam hubungan hidupnya dengan negara serta dengan sesama warga negara. Apakah ia seorang petani atau ahli ruang angkasa, apakah ia pria atau wanita, apakah ia pemimpin dalam pemerintahan ataukah ia warga negara biasa, apakah ia beragama Islam atau beragama lainnya, sebagai warga negara Indonesia ia harus berpedoman pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila tersebut, demikian halnya dengan para remaja. mereka hendaknya harus bisa:
1) mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia,
2) mengembangkan sikap tenggang rasa, dan
3) tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan keadilan, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya dalam pengamalan nilai hidup: tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu memperhatikan kepentingan umum disbanding kepentingan pribadi.
Moral sendiri dapat didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1957: 957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk, membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah: Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
2.4 Kebutuhan Peserta Didik
Pemenuhan kebutuhan siswa disamping bertujuaan untuk memberikan materi kegiatan setepat mungkin, juga materi pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan biasanya menjadi lebih menarik. Dengan demikian akan membantu pelaksanaan proses belajar-mengajar. Adapun yang menjadi kebutuhan siswa antara lain :
1. Kebutuhan Jasmani
Adalah kebutuhan yang meliputi unsur-unsur jasmaniah seperti pakaian,makanan,dan sebagainya.
2. Kebutuhan Rohaniah
Yaitu kebutuhan yang berguna bagi manusia secara rohaniah misalnya ceramah agama, pengajian, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan.
3. Kebutuhan Sosial
Yaitu Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesasama peserta didik dan Pendidik serta orang lain. Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembagatempat para siswa belajar, beradaptasi, bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin, suku bangsa, agama, status sosial dan kecakapan.
4. Kebutuhan Intelektual
Setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan. Dan peserta didik memiliki minat serta kecakapan yang berbeda beda. Untuk mengembangkannya bisa ciptakan pelajaran-pelajaran ekstra kurikuler yang dapat dipilih oleh siswa dalam rangkan mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.
Selain itu, ada juga yang disebut kebutuhan fisik dan psikologis. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya -menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan¬-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan ke¬butuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1971: 70; Lefton, 1982: 137). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut Lefton (1982) menyatakan bahwa ke¬butuhan dapat muncul karena keadaan psikologis yang mengalami goncangan atau ketidakseimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Kebutuhan juga dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ke¬butuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer itu antara lain adalah : makan, rninum, bernapas, dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa kebutuhan primer ini dapat bertambah, yaitu kebutuhan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder umurnnya menapakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari, seperti misalnya kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup bermasyarakat, kebutuhan akan hiburan, alat transportasi, dan semacamnya. Klasifikasi kebutuhan menjadi kebu¬tuhan primer dan kebutuhan sekunder sering digunakan, namun peng klasifikasian semacam itu sering membingungkan. Oleh karena itu, Cole dan Bruce (1959) (Oxendine, 1984: 227) membedakan kebutuhan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan fsiologis dan kebutuhan psikologis. Pengelompokan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Murray (1938) (Oxendine, 1984: 227) yang diajukan dengan istilah yang berbeda, yaitu kebutuhan viscerogenic dan kebutuhan psycho¬genic. Beberapa contoh kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah: makan¬ minum, istirahat, seksual, perlindungan diri. Sedang kelompok kebutuhan psikologis, seperti yang dikemukakan Maslow (1943) mencakup (i) kebutuhan untuk memiliki sesuatu, (ii) kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, (iii) kebutuhan akan keyakinan diri, dan (iv) kebutuhan aktualisasi diri. Dalam perkernbangan kehidupan yang semakin kompleks, pemi¬sahan jenis kebutuhan yang didorong oleh motif asli dan motif-motif yang lain semakin sukar dibedakan.



2.5 Tugas Perkembangan Peserta Didik
2.5.1 Tugas Perkembangan Peserta Didik Dalam Kehidupan Pribadi
Kehidupan pribadi sukar untuk dirumuskan, ia amat kompleks dan unik. Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh dan rnemiliki sifat-sifat sebagai makhluk individu dan malkhluk sosial. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, seseorang menyadari bahwa dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang diperuntukkan bagi kepentingan diri pribadi, baik fisik maupun nonfisik. Ketbutuhan diri pribadi tersebut meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan sosio-psikologis. Dalam pertumbuhan fisiknya, manusia memerlukan kekuatltan dan daya tahan tubuh serta perlindungan keamanan fisiknya. Kondisi fisik amat penting dalam perkembangan dan pembentukan pribadi seoseorang.
Kehidupan pribadi seseorang individu merupakan kehidupan yang utuh dan lengkap dan memiliki ciri khusus dan unik. Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, antara lain aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual yang terpadu secara integratif dengan faktor lingkungan kehidupan. Pada awal kehidupannya dalam rangka menuju pola kehidupan pribadi yang lebih mantap, seorang individu berupaya untuk mampu mandiri, dalam arti mampu mengurus diri sendiri sampai dengan mengatur dan memenuhi kebutuhan serta tugasnya sehari-hari. Untuk itu diperlukan penguasaan situasi untuk menghadapi berbagai rangsangan`yang dapat mengganggu kestabilan pribadinya.
Kekhususan kehidupan pribadi bermakna bahwa segala kebutuhan dirinya memerlukan pemenuhan dan terkait dengan masalah-masalah yang tidak dapat disamakan dengan individu yang lain. Oleh karenanya, setiap pribadi akan dengan sendirinya menampakkan ciri yang khas yang berbeda dengan pribadi yang lain. Di samping itu, dalam kehidupan ini diperlukan keserasian antara kebutuhan fisik dan nonfisiknya. Kebutuhan fisik tiap orang perlu pemenuhan, misalnya seseorang perlu bemapas dengan lega, perlu makan enak dan cukup, perlu kenikmatan, dan perlu keamanan. Berkaitan dengan aspek sosio-psikologis, setiap pribadi membutuhkan kemarnpuan untuk menguasai sikap dan emosinya serta sarana komunikasi untuk bersosialisasi. Hal itu semua akan tampak secara utuh dan lengkap dalam bentuk perilaku dan perbuatan yang mantap. Dengan demikian, masalah kehidupan pribadi merupakan bentuk integrasi antara faktor fisik, sosial budaya, dan faktor psikologis. Di samping itu, seorang individu juga membutuhkan pengakuan dari pihak lain tentang harga dirinya, baik dari keluarganya sendiri maupun dari luar keluarganya. Tiap orang mempunyai harga diri dan berkeinginan untuk selalu mempertahankan harga diri tersebut.
2.5.2 Tugas Perkembangan Peserta Didik dalam Kehidupan Pendidikan dan Karier
Mengapa manusia belajar dan bekerja? Pada hakikatnya manusia selalu ingin tahu, dengan demikian ia (mereka) selalu berupaya mengejar pengetahuan. Atas dasar hakikat inilah maka manusia senantiasa terus betajar, mencari tahu banyak hal. Banyak bangsa yang mengikuti prinsip pendidikan (belajar) seumur hidup, yang artinya adalah manusia itu senantiasa terus belajar sepanjang hayatnya.
Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Berkaitan dengan perkembangan peserta didik, kehidupan pendidikan yang dimaksud baik yang dialami oleh remaja sebagai peserta didik di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan atau kehidupan masyarakat. Sedang kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang di dalam dunia kerja. Seperti dikatakan oleh Garrison (1956) bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat jutaan pemuda dan pemudi memasuki dunia kerja. Peristiwa seseorang rernaja masuk ke dunia kerja itu merupakan awal pengalamannya dalam kehidupan berkarya (berkarier). Pada hakikatnya kehidupan anak (remaja) di dalam pen¬didikan merupakan awal kehidupan kariemya. Baik di dalam kehidupan pendidikan maupun kehidupan karier, para remaja memperoleh penga¬laman yang menggambarkan adanya pasang surut.
2.5.3 Tugas Perkembangan Remaja Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
Sebagaimana telah diuraikan di depan bahwa secara biologis pertumbuhan remaja telah mencapai kematangan seksual, yang berarti bahwa secara biologis remaja telah siap melakukan fungsi produksi. Kematangan fungsi seksual tersebut berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja dan telah mulai tertarik kepada lawan jenis. Garrison (1956) menyatakan bahwa dorongan seksual pada masa remaja adalah cukup kuat, sehingga perlu dipersiapkan secara mantap tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, karena masalah tersebut mendasari pemikiran mereka untuk mulai menetapkan pasangan hidupnya. Untuk ini sekolah perlu memberikan perhatian secara khusus tentang masalah-masalah perkawinan tersebut, dalam bentuk pendidikan seksual atau kegiatan yang lain bagi remaja sebagai persiapan baginya dalam menghadapi fungsinya sebagai orang tua di kemudian hari.
Berkenaan dengan upaya untuk menetapkan pilihan pasangan hidup, perkembangan sosial psikologis remaja ditandai dengan upaya menarik lawan jenis dengan berbagai cara yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku. Remaja laki-laki berupaya untuk mencapai posisi prestasi akademik dan atletik (bidang olah raga) yang baik, sebab kedua hal itu merupakan gejala yang "dinilai" sebagai pertanda unggul dan menunjukkan kehebatan di antara sesama laki-laki. Sebaliknya bagi remaja wanita berupaya untuk menjadi "seorang wanita" yang baik. Upaya menjadi wanita yang baik itu diartikan sebagai " wanita yang dikenal baik" di mata laki-laki, maka seorang gadis perlu berperilaku "baik" sebagaimana "diharapkan oleh laki-laki".
2.6 Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Memperhatikan banyaknya faktor kehidupan yang berada di lingkungan remaja, maka pemikiran tentang penyelenggaraan pendidikan juga harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan diakui bahwa tidak mungkin memenuhi tuntutan dan harapan seluruh faktor yang berlaku tersebut.
a. Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang di¬selenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasikal. Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini berarti memberlakukan sama semua tindakan pendidikan kepada semua remaja yang tergabung di dalam kelas, sekalipun masing-masing di antara mereka sangat berbeda-beda. Pengakuan terhadap kemampuan setiap pribadi yang beranekaragam itu menjadi kurang. Oleh karena itu, yang harus mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan kemampuannya, ingin untuk mendapatkan kepercayaan, kebebasan, dan semacamnya.
b. Beberapa usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan, sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain adalah:
1) Bimbingan karier dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
2) Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan ber¬orientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
3) Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengem¬bangkan kurikulum muatan lokal.
c. Keberhasilan dalam memilih pasangan hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya. Untuk me¬ngembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan:
1) Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.
2) Bimbingan siswa untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan emosional dari orang tua.






BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Peserta Didik
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat ter¬gantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga. Contoh: Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakantetap sejak awal, di mana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): "Bapak yang menolak:anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan; karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata." Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh: orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan sejawatnya.
Hasil dari kedua macam penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan diri, cenderung untuk menghabiskan waktunya di luar rumah. Tenatama pada gadis-gadis mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah di luar rumah tangganya sendiri akan lebih baik daripada rumahnya sendiri. Di samping itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak baik. Rernaja yang mendapatkan pemeliharaan yang berlebihan, menyebabkan ia juga mengharapkan bantuan dan per¬hatian dari orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta menyangka bahwa perhatian seperti itu ada(ah haknya.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temannya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat. .
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang "retak", mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri adalah mereka yang datang dari rumah tangga yang pecah/retak itu.
Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi hubungan antar mereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan rnuncul bila hal ini terus dibiarkan. Berikut ini beberapa masalah yang sering dihadapi peserta didik aklbat penyesuaian yang kurang baik:
1.Masalah pribadi diantaranya:
a. Kurang motivasi untuk mempelajari agama.
b. Kurang bmemahami agama sebagai pedoman hidup.
c. Kurang menyadari bahwa setiap perbuatan manusia diawasi Tuhan
d. Masih merasa malas melaksanakan shalat
e. Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur
f. Masih memiliki kebiasaan berbohong
g. Masih memiliki kebiasaan menyontek
h. Kurang disiplin
i. Masih kurang mampu menghadapi situasi frustasi
j. Masih kurang mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan matang
2. Masalah social diantaranya adalah:
a. Kurang menyenangi kritikan orang lain
b. Kurang memahami tata karma atau etika dalam pergaulan
c. Kurang berminat untuk berpartisipasi dalam kegiatan social
d. Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis
e. Sikap kurang positif terhadap pernikahan
f. Sikap kurang positif terhadap hidup berkeluarga
3. Masalah Belajar diantaranya adalah:
a.Kutang memiliki kebiasaan belajar yang baik
b.Kurang memahami belajar yang efektif
c. Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar
d. Kurang memahami cara membaca buku yang efektif
e. Kurang memahami cara membagi waktu belajar
f. Kurang menyenangi mata pelajaran tertentu
4. Masalah Karier
a.Kurang mengetahui cara memilih program studi
b.Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang karier
c. Masih bingung memilih pekerjaan
d. Masih cemas untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus
e. Belum memiliki pilihan perguruan tinggi tertentu , Jika setelah lulus tidak masuk dunia kerja.
3.2 Upaya penyelesaian masalah
Masalah-masalah dan hambatan-hambatan yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari dirinya sendiri, dari luar dirinya atau lingkungannya ataupun kedua-duanya hendaknya harus segera ditanggulangi agar tidak menyebabkan efek turunan lainnya. Masalah yang berasal dari dirinya antara lain sering terjadi bahwa minat peserta didik tidak sesuai dengan kemampuannya. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk menangani masalah pribadi dan masalah pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Hidup sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara efektif dan efisien
2. Mengerjakan tugas dan pekerjaan praktis sehari-hari secara mandiri dan penuh tanggung jawab
3. Membiasakan untuk menunjukkan dan melatih cara merespon berbagai masalah yang dihadapi
4. Hidup bermasyarakat dengan baik
Lebih dari itu untuk membantu siswa keluar dari masalah pribadinya, kita harus mengarahkan peserta didik agar bisa bersikap juujue, sportif, tidak mudah putus asa dan berprinsip.
Kemudian untuk menyelesaikan masalah karir. dimana antara kemampuan dan minat serta bakat dari peserta didik berbeda diantaranya adalah:
1. Pelajari ilmu sendiri, karena kesadaran diri tentang bakat, kemampuan, dan cirri-ciri p[ribadi yang dia miliki merupakan kunci dari ketetapan perencanaan karier.
2. Memilih bidang yang dirasa nyaman dan pas supaya pekerjaan dilakukan dengan ikhlas serta mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Mengusahakan untuk menuliskan rencana dan cita-cita secara formal.
4. Yinjau dan bicarakan lagi rencana karir yang akan digeluti dengan teman atau orang tua.
5. Kemudian jika karir yang digeluti tidak cocok hendaknya jangan dipaksakan untuk diteruskan karena hasilnya akan kurang bagus, sebaiknya mencoba karir lain yang membuat kita merasa nyaman dan sreg.
Adapun yang menjadi layanan bimbingan karier diantaranya adalah:
1. Pemahaman diri seperti bakat, kemampuan, minat, keterampilan, dan cirri-ciri pribadi.
2. Pemahaman lingkungan seperti lingkungan pendidikan dan lingkungan pekerjaan serta berbagai kondisinya.
3. Cara-cara mengatasi masalah dan hambatan dalam perencanaan dan pemilihan karier sehubungan dengan kemungkinan keterbatasan lingkungan dan keadaan diri.
4. Perencanaan masa depan
5. Usaha penyaluran, penempatan, pengaturan dan penyesuaian.










BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada dasarnya memahami peserta didik memanglah tidak mudah, mengingat peserta didik adalah tetapi sebagai seorang guru harus mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh peserta didik, oleh karenanya kita harus mampu memahami peserta didik. Adapun hal–hal yang perlu diperhatikan dalam upaya memahami peserta didik diantaranya adalah:
1. Pemahaman akan Individu Sebagai Kesatuan Berbagai Karakteristik
2. Pemahaman Karakteristik Peserta Didik
3. Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
4. Pemahaman mengenaiKebutuhan Peserta Didik
5. Tugas Perkembangan Peserta Didik Dalam Kehidupan Pribadi
6. Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
7. Tugas Perkembangan Remaja Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
8. Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan
4.1 Saran
Berdasarkan uraian diatas, alangkah baiknya bila pendidik, orang tua dan pihak-pihak terkait lainnya menjalin kerja sama untuk membangun lingkungan yang kondusif bagi peserta didik sehingga mereka bisa belajar dengan tenang. Karena bagaimanapun juga masa depan negeri ini ada ditangan mereka.
Lebih dari itu bagi pendidik, hendaknya harus benar-benar memahami karakteristik siswa sehingga bisa lebih memahami keberadaan siswa. Dengan kaidah seperti ini otomatis interaksi guru dan murid akan lebih harmonis. Siswa pun tidak perlu merasa sungkan jika bertemu dengan guru. Sebaliknya guru juga bisa menjelma menjadi sosok yang mengayomi siswanya.
Untuk pemerintah, ada baiknya jika rekruitmen tenaga pengajar hendaknya terspesialisasi. Sehingga yang menjadi tenaga pendidik memang orang-orang yang kompeten di bidangnya.
Selain itu, ada beberapa usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan, sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain adalah:
1) Bimbingan karier dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
2) Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan ber¬orientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
3) Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengem¬bangkan kurikulum muatan lokal.
4) Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.
5) Bimbingan siswa untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan emosional dari orang tua.



Daftar pustaka
Hartinah, Siti. 2008. Perkembangan peserta didik. Bandung: Refika Aditama
Ali, Mohammad, Mohammad Asrori.2008. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik . Jakarta: Bumi Aksara
.http://pesertadidik.netfirms.com/pokok_08.html
http://www.sdn3-leuwimunding.co.cc/2009/08/pengertian-dan-fungsi-kriteria.html
http://www.smkn10-mlg.sch.id/berita-191-penerapan-analisis-swot-untuk-peningkatan-pemahaman-diri-dan-lingkungan-peserta-didik.html

Rabu, 04 Agustus 2010

aku dan mereka

sebuah persembahan untuk teman-temanku semua..........

thanks for being my friends

paten dan goodwill

PATEN DAN GOODWILL


2.1 Paten
1. Definisi
Paten adalah suatu hak yang diberikan kepada pihak yang menemukan sesuatu hal baru untuk membuat, menjual atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu tertentu.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).
Kalau paten tersebut tidak dapat diperpanjang, maka penemuan tadi akan diperbarui atau diubah sehingga bisa diperoleh paten baru.
2. Mekanisme Perhitungan
Paten mungkin digunakan sendiri oleh penemunya atau diserahkan kepada pihak lain dengan perjanjian-perjanjian tertentu. Yang termasuk harga perolehan paten, jika paten itu diperoleh karena pengembangan, adalah biaya-biaya pendaftaran, biaya pembuatan model dan gambar-gambar, dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat percobaan-percobaan dan pengembangan. Paten yang dibeli dari pihak lain akan dicatat sebesar harga perolehannya yang terdiri dari harga beli dan semua biaya yang dikeluarkan sampai paten itu siap dikeluarkan.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap hak paten, maka biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjaga hak ini akan dikapitalisir. Paten akan diamortisir selama umur kegunaannya. Umur paten bisa juga dihitung atas dasar unit produk yang akan dibuat.
Contoh, pada 1 Januari 2011, PT. SUKA-SUKA GUE memperoleh hak paten senilai Rp 40.000.000,00. Masa pakai hak paten ini adalah 8 tahun. Entri-entri jurnal untuk mencatat hak paten dan amortisasi hak paten untuk tahun pertama adalah :

Jurnal untuk 1 januari 2011,
Hak Paten Rp 40.000.000,00
Kas Rp 40.000.000,00
(untuk mencatat biaya perolehan hak paten)

Jurnal untuk 31 Desember 2011,
Beban amortisasi(hak paten) Rp 5.000.000,00
Hak paten Rp 5.000.000,00
(untuk mencatat amortisasi hak paten dengan metode garis lurus selama 8 tahun)






Amortisasi paten akan dikelompokkan dalam biaya produksi jika paten tersebut digunakan dalam proses produksi, tapi jika paten tersebut digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penjualan maka amortisasi paten akan dibebankan sebagai biaya penjualan.

2.2 Goodwill (Muhibah)
1. Definisi
Goodwill (muhibah) adalah semua kelebihan yang terdapat dalam suatu usaha seperti letak perusahaan yang baik, nama yang terkenal, pimpinan yang ahli dan lain-lain. Dari tinjauan akuntansi, goodwill (muhibah) adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba di atas keadaan normal yang diakibatkan oleh adanya factor-faktor di atas. Laba di atas keadaan normal adalah suatu tingkat pendapatan dari investasi yang melebihi jumlah yang akan dapat menarik investor dalam bidang usaha tersebut.
Goodwill (muhibah) yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui. Goodwill internal adalah pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan manfaat ekonomis di masa dating, tetapi pengeluaran tersebut bukan merupakan suatu sumber daya teridentifikasi yang dikendalikan oleh perusahaan dan bisa diukur secara andal menurut biya perolehannya.
2. Mekanisme Perhitungan
Dalam pembelian suatu perusahaan, pendapatan-pendapatan di masa lalu dipakai sebagai dasar untuk menaksir pendapatan-pendapatan yang akan datang. Jadi, taksiran laba yang akan datang ini yang akan dibeli dan dipakai untuk menentukan besarnya goodwill yang akan dibayar. Sebelum menghitung goodwill, harus ditentukan terlebih dahulu nilai aktiva yang ada (selain goodwill). Dasar yang dipakai biasanya adalah harga pasar atau jumlah yang dapat direalisasi dari aktiva tersebut. Perbedaan antara jumlah uang yang dibayarkan dengan nilai bersih aktiva merupakan jumlah goodwill. Besarnya jumlah goodwill tergantung pada perundingan harga, tetapi pembeli bisa memakai beberapa metode untuk menghitung besarnya goodwill.
Contoh soal:
Laba bersih (tidak termasuk elemen-elemen luar biasa):
2002 Rp 5.000.000,00
2003 Rp 4.500.000,00
2004 Rp 4.500.000,00
2005 Rp 6.000.000,00
2006 Rp 5.50.000,00
Jumlah Rp 25.500.000,00
Penghasilan bersih rata-rata per tahun Rp 25.500.000,00 : 5 = Rp 5.100.000,00.
Penghasilan tiap tahun yang akan datang ditaksir sebesar = Rp 5.000.000,00.
Pada tanggal 1 Januari 2011, aktiva (tanpa goodwillI dnilai sebesar Rp 45.000.000,00, utang sebesar Rp 5.000.000,00.
Hitunglah besarnya goodwill!
a) Metode kapitalisasi pendapatan bersih rata-rata
Dalam cara ini jumlah yang akan dibayarkan untuk perusahaan yang dibeli dihitung dengan mengkapitalisasikan taksiran penghasilan yang akan datang dengan tariff. Tariff ini menunjukkan hasil yang diharapkan dari investasi tersebut. Selisih jumlah yang akan dibayarkan dengan nilai bersih aktiva adalah jumlah yang akan dicatat sebagai goodwill.
Misalnya : Hasil dari investasi diharapkan sebesar 10%
Maka jumlah yang akan dibayar dihitung sebagai berikut :






b) Metode kapitalisasi kelebihan penghasilan rata-rata
Di dalam cara ini perhitungan goodwill didasarkan pada penghasilan bersih rata-rata dan nilai aktiva tetap yang akan dibeli.
Misalnya : hasil yang diharapkan dari investasi tersebut sebesar 10 % dan kelebihan penghasilan akan dikapitalisir dengan tarif 20%.
Maka mekanisme perhitungannya sebagai berikut:

Hasil yang normal (10% x Rp 40.000.000) = Rp 4.000.000,00
Taksiran penghasilan/tahun yang akan datang = Rp 5.000.000,00
Kelebihan penghasilan/tahun Rp 1.000.000,00








Kadang-kadang pembayaran terhadap kelebihan penghasilan dinyatakan dalam bentuk waktu. Jadi kapitalisasi kelebihan penghasilan dengan tariff 20% adalah sama dengan pembayaran kelebihan selama 5 tahun (100% : 20% = 5).

c) Kemungkinan perlakuan terhadap goodwill
1) Perusahaan dibeli tanpa perhitungan goodwill tersendiri
Apabila perusahaan yang dibeli tanpa perhitungan goodwill tersendiri, maka aktiva yang dibeli harus dinilai dan selisih dengan jumlah yang dibayarkan dicatat sebagai goodwill.
2) Perusahaan ditukar dengan saham
Apabila perusahaan ditukar dengan saham, maka jika ada selisih antara nilai nominal saham dengan nilai aktiva (termasuk goodwill) dicatat sebagai agio/disagio saham.
Misalnya :
Nilai aktiva Rp 40.000.000,00
Goodwill (muhibah) Rp 5.000.000,00
Ditukar dengan 40.000 lembar saham, nominal Rp 1.000,00/lembar.
Maka jurnal yang dibuat oleh perusahaan yang mengeluarkan saham untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut :

Aktiva Rp 40.000.000,00
Goodwil Rp 5.000.000,00
Modal saham Rp 40.000.000,00
Agio saham Rp 5.000.000,00


3) Jika Goodwill memiliki umur terbatas dan tidak terbatas
Goodwill yang umurnya diperkirakan tidak terbatas akan dicatat dengan dasar harga perolehannya. Tapi, apabila keadaan menunjukkan bahwa kelebihan-kelebihan yang dimiliki perusahaan sudah berkurang dan kelebihan-kelebihan ini tadinya dicatat sebagai goodwill, maka diadakan penyesuaian terhadap goodwill. Pengurangan ini akan dibebankan sebagai elemen-elemen luar biasa. Kadang-kadang pengurangan ini akan dibebankan sebagai biaya apabila dianggap ada hubungannya dengan pendapatan periode tersebut. Jika goodwill umurnya terbatas maka dilakukan amortisasi setiap periode.

2.3 RANGKUMAN

Paten adalah suatu hak yang diberikan kepada pihak yang menemukan sesuatu hal baru untuk membuat, menjual atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu tertentu.
Amortisasi paten dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Amortisasi paten Rp xxx
Paten (atau akumulasi amortiasi paten) Rp xxx

Goodwill (muhibah) adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba di atas keadaan normal yang diakibatkan oleh adanya factor-faktor di atas.

Mekanisme perhitungan goodwill :
Sebelum menghitung goodwill, harus ditentukan terlebih dahulu nilai aktiva yang ada (selain goodwill). Dasar yang dipakai biasanya adalah harga pasar atau jumlah yang

dapat direalisasi dari aktiva tersebut. Perbedaan antara jumlah uang yang dibayarkan dengan nilai bersih aktiva merupakan jumlah goodwill.
Metode perhitungan goodwill terdiri dari metode kapitalisasi pendapatan bersih rata-rata dan metode kapitalisasi kelebihan penghasilan rata-rata.
Beberapa kemungkinan perlakuan terhadap goodwill :
• Perusahaan dibeli tanpa perhitungan goodwill tersendiri
• Perusahaan ditukar dengan saham
• Jika Goodwill memiliki umur terbatas dan tidak terbatas

Jumat, 30 April 2010

Fenomena Maraknya Anak Jalanan Sebagai Dampak Berkembangnya Kemiskinan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah Negara yang Sedang Berkembang (NSB) banyak sekali permasalahan-permasalahan yang sangat komplek untuk ditangani yang terkadang hal ini menjadi sebuah penghambat bagi perkembangan negara untuk maju menuju tahap selanjutnya. Salah satu permasalahan yang menjadi prioritas perhatian dari pemerintah adalah kemiskinan, Namun mengenai masalah kemiskinan ini bukan hanya dialami oleh NSB saja, bahkan sebuah negara yang maju pun memiliki permasalahan ini, meski tidak separah yang dialami oleh negara yang sedang berkembang tentunya.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk paling banyak setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu tentunya Indonesia memiliki berbagai masalah yang lebih kompleks, salah satunya adalah kemiskinan yang sudah tidak asing lagi. Berbicara masalah kemiskinan maka kita akan dihadapkan kepada suatu kompleksitas permasalahan yang rumit. Pada dasarnya pemerintah dan pemerintah daerah khususnya telah berusaha untuk menanggulangi masalah tersebut namun pada kenyataannya belum memberikan hasil yang baik, Sebenarnya masalah kemiskinan terkait erat dengan adanya berbagai ketimpangan social, oleh karena itu perlu strategi khusus yang tidak bisa dilepaskan dari masalah social dan budaya, begitu juga halnya dengan urbanisasi sebagai akibat dari bergesernya orientasi negara dari pertanian kepada industri. Seperti prediksi prosentase yang dikemukakan oleh Houser dan Gardner yang menunjukan bahwa terdapat 53,7 % penduduk asia pada tahun 2025 yang bermukim di kota 62,5% penduduk dunia yang bermukim di kota . Fakta ini mengidentifikasikan bahwa urbanisasi pada masa mendatang akan semakin besar pada tataran jumlah dan tentunya harus diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan, perumahan yang layak dan sarana prasarana yang memadai, namun apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka tidak mustahil akan menimbulkan kemiskinan kota yang komplikatif. Dengan adanya kemiskinan yang semakin besar jumlahnya akan menimbulkan tindakan kualitas, oleh karena itu perlu adanya optimalisasi kebijakan pemarintah dalam bidang tersebut dan tentu saja tanpa partisipasi masyarakat semua itu tidak akan berjalan lancar.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah :
• Apa yang dimaksud dengan anak jalanan?
• Mengapa anak jalanan semakin marak berkembang?
• Keberadaan Anak Jalanan di bandung?
• Masalah anak jalanan?
• Apakah Solusi terhadap masalah anak jalanan?
1.3. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini memiliki tujuannya sebagai berikut :
• Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi.
• Menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa mengenai kemiskinan dan anak jalanan yang ada disekitar kita.
• Sebagai sumbangan ilmu bagi dunia pendidikan, khususnya di bidang pendidikan.






BAB II
Landasan Teori
2.1 Pengertian Kemiskinan
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin diberi arti “tidak berharta-benda” (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Sajogyo (1988), mengartikan kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sajogyo memandang kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan jalur pemerataan yaitu rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kesenjangan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan, kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur tersebut. Menurut Bappenas (2002), kemiskinan adalah suatu situasi dan kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Bank Dunia (1990) mendefinisikan kemiskinan adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US$ 1 per hari. Selanjutnya Bank Dunia menyebutkan dimensi kemiskinan adalah politik, sosial dan budaya, dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap aset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas. Biro Pusat Statistik (2002, dalam Syaefudin, 2003) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Menurut BKKBN (dalam Saefudin, 2003) kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. Pengertian ini didefinisikan lebih lanjut menjadi keluarga miskin, yakni:
(1) Paling tidak sekali seminggu keluarga makan daging ikan/telur,
(2) Setahun sekali seluruh anggota keluarga paling kurang satu stel pakaian baru,
(3) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.
Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi:
(1) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih,
(2) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
Pada umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai pendapatan minimum yang dibutuhkan untuk memperoleh masukan kalori dasar. Salah satu pendekatan yang paling baik dan mengimplementasikan matriks keseluruhan dari kemiskinan adalah konsep kebutuhan dasar dari Philipina (ADB, 1999, dalam Syaefudin, 2003), yang mendefinsikan dalam 3 tingkat hierarki kebutuhan yaitu: (1) Survival: makan/gizi, kesehatan, air bersih/sanitasi, pakaian (2) security: rumah, damai, pendapatan, pekerjaan dan (3) Enabling: pendidikan dasar, perawatan keluarga, psikososial. Menurut Suparlan (1984), kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Secara konseptual, Sinaga dan White (1980, dalam Sinaga dan White , 1988) membagi kemiskinan ke dalam dua aspek (yang menunjuk pada sumber penyebab): kemiskinan alamiah dan buatan (struktural), Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang timbul akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya dan tingkat teknologi yang dimiliki masyarakat penderita kemiskinan masih sangat langka. Sedangkan kemiskinan struktural lebih diakibatkan oleh perubahan-perubahan ekonomi, teknologi dan pembangunan itu sendiri; kemiskinan itu terjadi karena kelembagaan-kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana-sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Soemardjan (1980, dalam Sayogyo, 1988), menyebutkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi mereka. Friedman (1979) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial meliputi: (tidak terbatas pada) modal yang produktif atau aset misalnya tanah, perumahan, peralatan dan lain-lain; tetapi juga mencakup network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain; sumber keuangan (pendapatan dan kredit) yang memadai; organisasi sosial politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, usaha kelompok); ketranpilan dan pengetahuan yang memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan manusia. Ala (1981), mengartikan kemiskinan dari segi material dan non material sebagai, ”tidak ada atau kurang (relatif sedikit) nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang berhasil diakomodasikan oleh aktor (aktor-aktor) yang sedikit banyak bersifat ”sah”.
Ada sepuluh macam nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga dengan demikian ada sepuluh macam dimensi atau aspek kemiskinan, yaitu miskin dalam hal kekuasaan, harta benda (kekayaan), kesehatan, pendidikan (pengetahuan), ketrampilan/keahlian, cinta kasih, keadilan, penghormatan (penghargaan), keamanan dan kebebasan. Kesepuluh aspek-aspek kemiskinan itu saling berhubungan satu sama lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini berarti, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek kemiskinan dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek-aspek lainnya. Hubungan aspek-aspek kemiskinan ini oleh Lukas Hendratta (dalam Marliati, 1993) disebut dengan istilah ”spiral kemiskinan” (poverty spiral). Sifat antara hubungan diantara aspek-aspek ini adalah bahwa satu aspek dapat mempengaruhi aspek lainnya, baik dalam arti pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Pada hakekatnyaKemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu:
1. Kemiskinan Absolut,: Apabila Hasil Pendapatannya Berada Di Bawah Garis Kemiskinan, Tidak Cukup Untak Memenuhi Kebutuhan Hidup Minimum: Pangan, Sandang, Kesehatan, Papan, Pendidikan.
2. Kemiskinan Relatif Seseorang Yang Telah Hidup Di Atas Garis Kemiskinan Namun Masih Berada Di Bawah Kemampuan Masyarakat Sekitarnya
3. Kemiskinan Cultural: Seseorang Atau Sekelompok Masyarakat Yang Tidak Mau Berusaha Memperbaiki Tingkat Kehidupannya Sekalipun Ada Usaha Dari Fihak Lain Yang Membantunya.
Dari ketiga sudut pandang tersebut, penulis membatasi diri dan lebih menekankan pada kemiskinan absolut, karena pemahaman dari bentuk kemiskinan ini relatif lebih mengena dalam konteks fakir miskin. Menurut Ginanjar (1997), kemiskinan absolut adalah kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan keluarga untuk membiayai kebutuhan yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan martabat hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan. Menurut Nasikun (1995), kondisi yang sesungguhnya harus dipahami mengenai kemiskinan :
“Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia
2.2 Penyebab Kemiskinan
Secara umum penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 faktor:
1. Faktor intern
Menurut Ala (1981), faktor internal adalah aktor (individu) itu sendirilah yang menyebabkan kemiskinan bagi dirinya sendiri. Menurut Alkostar (dalam Mahasin,1991), faktor internal yang menyebabkan kemiskinan adalah: sifat malas (tidak mau bekerja), lemah mental, cacat fisik dan cacat psikis (kejiwaan). Menurut Friedman (1979), secara internal masyarakat miskin adalah karena malas mengakumulasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Berikut table mengenai keterbatasan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan penjelasannya.
No Item Internal Penjelasan


1 Keterbatasan
Karakter Kurang etos kerja: malas, fatalistik, Takut menghadapi masa depan, kurang daya juang.
Kurang kepedulian terhadap norma-norma susila: suburnya perilaku menyimpang (pelacuran, perceraian, kumpul kebo, minuman keras dan obat terlarang, pencurian, anak-anak terlantar, pengemis, pengamen, pencopet, keterasingan, kekerasan, ketidaksantunan, penodongan)

2 Keterbatasan pendidikan/Pengetahuan a. Tidak memiliki/tidak terjangkau biaya pendidikan
b. Tidak memikirkan pendidikan anak
c. Kurangnya akses tentang sumber pengetahuan
d. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan
3 Keterbatasan Harta Benda/Ekonomi Tidak memiliki/minim aset, kurangnya lapangan kerja, ekonomi informal (jalanan, tidka diakui, tanpa fasilitas apa-apa), buruh kasar-upah rendah, tidak punya modal untuk memulai usaha, jaringan kredit yang tidak mudah, tidak mampu mengisi sektor kerja yang lebih formal, exchange properties yang rendah, pekerjaan, tidak tetap, pengangguran, kerja berbau kriminal
4 Keterbatasan Kesehatan Pangan yang tidak memenuhi kebutuhan fisik, bahkan sering kelaparan); Rumah yang tidak layak (multiguna, tempat kerja, untuk tempat jualan, menumpuk dan memilah-milah barang bekas, kerajinan dan berbagai kegiatan ekonomi sektor informal lainnya; lingkungan perumahan yang tidak sehat (kumuh), MCK yang tidak layak/pinggir kali, listrik yang terbatas, air bersih terbatas; lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka; bila sakit tak mampu berobat, bahkan anak sering sakit karena mengkonsumsi air yang tidak bersih
5 Keterbatasan Ketrampilan Tidak memiliki biaya untuk mengikuti sekolah, kursus, atau pelatihan yang menambah ketrampilan mereka
6 Keterbatasan kasih saying Memudarnya nilai kasih saying akibat budaya materialistic
7 Keterbatasan Keadilan Menjadi korban ketidak adilan oleh orang kelompoknya, kelompok kaya, maupun oleh pemerintah.
8 Keterbatasan Penghargaan Suaranya jarang didengar baik secara kelompok apalagi secara individu;

2. Factor ekstern
Factor yang berasal dari luar individu, misalnya:
(1) Faktor ekonomi: kurangnya lapangan kerja; rendahnya pendapatan
per kapita dan tidak tercukupinya kebutuhan hidup.
(2) Faktor Geografi: daerah asal yang minus dan tandus sehingga tidak
memungkinkan pengolahan tanahnya.
(3) Faktorl Sosial: arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya
partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosialnya.
(4) Faktor Pendidikan: relatif rendahnya tingkat pendidikan baik formal
maupun informal.
(5) Faktor Kultural: pasrah kepada nasib dan adat istiadat yang
merupakan rintangan dan hambatan mental.
(6) Faktor lingkungan keluarga dan sosialisasi.
(7) Faktir kurangnya aasar-dasar ajaran agama sehingga menyebabkan
tipisnya iman, membuat mereka tidak mau berusaha.
Dalam hal ini, Penyebab kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• Penyebab Individual, Atau Patologis, Yang Melihat Kemiskinan Sebagai Akibat Dari Perilaku, Pilihan, Atau Kemampuan Dari Si Miskin;
• Penyebab Keluarga, Yang Menghubungkan Kemiskinan Dengan Pendidikan Keluarga;
• Penyebab Sub-Budaya (Subcultural), Yang Menghubungkan Kemiskinan Dengan Kehidupan Sehari-Hari, Dipelajari Atau Dijalankan Dalam Lingkungan Sekitar;
• Penyebab Agensi, Yang Melihat Kemiskinan Sebagai Akibat Dari Aksi Orang Lain, Termasuk Perang, Pemerintah, Dan Ekonomi;
• Penyebab Struktural, Yang Memberikan Alasan Bahwa Kemiskinan Merupakan Hasil Dari Struktur Sosial.
2.3 Akibat Kemiskinan
Banyak hal yang terjadi dikehidupan manusia yang merupakan akibat dari kemiskinan. Diantaranya adalah:
• busung lapar
• gizi buruk
• berbagai penyakit
• perdagangan manusia
• putus sekolah
• anak jalanan
• prostitusi
• kriminalitas, dan lain-lain.
• banyak investor enggan berinvestasi akibatnya Lapangan kerja menjadi berkurang atau tidak bertambah.
• Dampak kemiskinan lainnya adalah kekufuran, yang diantaranya dapat tercermin dari perilaku berikut:
a. Fasilitas umum / produksi (pabrik), yang dibangun dengan waktu yang cukup lama dan biaya besar, dirusak dalam sekejap oleh masyarakat / karyawan sendiri.
b. Berebutan sedekah sehingga ter-injak2 (padahal ada orang yang berhak namun tidak mendapatkan)
c. Tawuran (olahraga, antar pelajar, antar kampung)
d. Membunuh anak sendiri (ibu yang membenamkan 2 anaknya karena miskin)

2.4 Klasifikasi Kemiskinan Menurut UNDP
Klasifikasi yang dikeluarkan oleh UNDP sendiri membagi tingkat-tingkat kemiskinan suatu daerah ke dalam 4 klasifikasi derajat kemiskinan. Empat klasifikasi tersebut yaitu:
1. klasifikasi rendah dengan nilai IKM kurang dari 10,
2. klasifikasi menengah rendah dengan nilai IKM 10 – 25,
3. klasifikasi menengah tinggi dengan nilai IKM 25 – 40,
4. klasifikasi tinggi dengan nilai IKM lebih dari 40.
Permasalahan tentang kemiskinan yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada sebagian warga negara yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri karena kondisinya yang mengalami hambatan fungsi sosial, dalam hal ini akibat kemiskinan. akibatnya mereka mengalami kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dasar serta tidak dapat menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Padahal Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesejahteraan sosial yang layak yang diatur dengan undang-undang Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam UUD 45 diperlukan langkah-langkah perlindungan sosial (protection measures) sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara (state obligation) dalam menjamin terpenuhinya hak dasar dasar warganya yang tidak mampu, miskin atau marginal. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) yang menyatakan “setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenan dengan kekhususannya”. Dengan berlandaskan pada UU diatas, maka Salah satu program pemerintah yang harus segera dilaksanakan adalah mengurangi jumlah angka kemiskinan di Indonesia.
Setidaknya ada lima faktor Yang Memberikan Kontribusi Bagi Tercipta Dan Terpeliharanya Kemiskinan yakni sebagai berikut:
1. Ketidaktahuan yang bisa terjadi akibat kurangnya informasi atau pengetahuan. Pepatah Barat, mengatakan pengetahuan itu adalah kekuatan. Suatu kelompok masyarakat bisa terbelenggu oleh kemiskinan akibat kurangnya informasi atau pengetahuan yang mereka butuhkan. Informasi dan pengetahuan dapat diperoleh lewat pendidikan. Dengan demikian, untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan, pendidikan-baik formal maupun informal-ikut memainkan peran yang sangat strategis
2. Tingkat penyakit yang tinggi
Tingkat penyakit yang tinggi menyebabkan produktivitas rendah. kesejahteraan akan berkurang. Kesejahteraan yang berkurang jelas akan menyumbang tercipta dan terpeliharanya kemiskinan. Pada titik ini masyarakat yang sehat, yang bebas dari ancaman penyakit, berkontribusi besar bagi lenyapnya kemiskinan.
3. Sikap apatis
yaitu ketika seseorang atau sekelompok orang sudah tidak mau peduli atau merasa tidak memiliki kekuatan apa pun untuk membuat perubahan. Apatis kerap menggiring pada terciptanya fatalisme yang menjadikan orang atau sekelompok orang menerima saja apa yang dihadapi dan menilainya sebagai sebuah takdir tanpa lebih dahulu mau melakukan tindakan atau ikhtiar apa pun.


4. Ketidakjujuran
Ketika sumber-sumber daya yang mestinya dimanfaatkan untuk kesejahteraan umum tiba-tiba dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, di sinilah telah terjadi ketidakjujuran. Ketidakjujuran seperti ini bisa menjadi penyebab timbulnya kemiskinan dalam sebuah masyarakat. Hal seperti ini bisa terjadi oleh adanya pihak-pihak di masyarakat yang menyalahgunakan kepercayaan dan wewenang yang diembannya.
5. Sikap Ketergantungan
muncul karena terpeliharanya sikap dan keyakinan lebih suka menerima ketimbang berusaha dengan memanfaatkan segala inisiatif dan potensi. Ketergantungan merupakan sikap dan keyakinan bahwa mereka yang miskin tidak berdaya dan tidak bisa mengubah dirinya kecuali mengandalkan bantuan dari luar.









BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Fenomena Maraknya Anak Jalanan Di Bandung
Visi pembangunan nasional indonesia, dewasa ini telah berusaha menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. Pembangunan ekonomi diyakini harus sejalan dengan pembangunan social sehingga pertumbuhan ekonomi dapat menyumbang langsung terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan social dan sebaliknya, pembangunan social dapat menyumbang langsung terhadap pembangunan ekonomi. Sayangnya pembangunan ekonomi mengalami distorsi yang cukup serius, sehingga pertumbuhan yang dicapai tidak serta-merta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang terdistorsi telah menyebabkan timbulnya masalah social yang demikian serius, seperti kemiskinan, disharmoni keluarga, tindak kekerasan, kerawanan sosial ekonomi, ketidakadilan terhadap perempuan, dan meningkatnya pengangguran. Masalah-masalah social tersebut dapat melahirkan dehumanisasi dan melemahnya nilai-nilai serta hubungan antar manusia. Lebih lanjut, semua masalah social tersebut telah menjadi hambatan utama bagi pembangunan ekonomi dan social.
Salah satu masalah yang paling mencolok saat ini ialah masalah kemiskinan. Dimana kemiskinan pada gilirannya telah membawa dampak-dampak buruk lainnya seperti kriminalitas dan sebagainya. Terutamanya tentang peningkatan jumlah anak jalanan di kota-kota besar, khususnya di Bandung.. Kondisi ekonomi saat ini telah menyebabkan salah satu permasalahan sosial yaitu anak jalanan. ditandai dengan adanya fenomena semakin maraknya pengamen-pengamen jalanan dan pedagang asongan di setiap perempatan jalan. Kehadiran dan keberadaan mereka diakui banyak kalangan sudah semakin tidak terkontrol, dan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mau tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat luas. Di persimpangan jalan anak-anak mondar mandir dengan berbagai tingkah lakunya, tanpa memperdulikan resiko yang dihadapi dengan berkeliaran di jalanan.
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara.
Apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa hal ini bisa terjadi? Kami akan mencoba mengulasnya di bab ini.
3.1.1 Pengertian anak Jalanan

a) Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
1) Anak adalah seseorang, baik perempuan ataupun laki-laki yang berusia di bawah 18 tahun.
2) Jalanan :
o Ruang lingkup di luar rumah dan atau tempat-tempat yang terlindung yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam tugas kehidupannya sesuai norma-norma dan nilai-nilai kesusilaan.
o Area atau wilayah yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain di wilayah perkotaan, bersifat terbuka dan dapat dilalui dengan berjalan kaki atau menggunakan alat transportasi.
b) Definisi Anak Jalanan menurut Departemen Sosial :
Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum.
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria anak jalanan adalah sebagai berikut:
 Anak (laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun.
 Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran di jalanan atau ditempat umum minimal 4 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan di pasar dll.
 Kegiatannya dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum.
Jadi, secara umum anak jalanan adalah Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum


3.1.2 Kategori Anak Jalanan

Secara umum anak jalanan dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Children of the street
yakni mereka yang mencari nafkah dan tinggal di jalanan. Anak-anak ini kebanyakan tidak jelas asal usulnya darimana, kebanyakan merupakan anak buangan, anak yatim piatu ataupun anak-anak yang sengaja ditelantarkan oleh keluarga mereka. Biasanya mereka inilah yang menjadi sasaran korban kriminalitas jalanan. Umumnya mereka memiliki bos, dan setiap hari harus memberikan setoran pada bos tersebut. Mereka umumnya tidak pernah bersekolah.
b) Children on the street
Yakni anak-anak yang mencari nafkah di jalan tapi hidup bersama keluarga. Biasanya anak-anak ini terpaksa mencari nafkah di jalan untuk membantu perekonomian keluarga. Sebagian ada yang paginya masih sekolah, dan baru bekerja di jalanan pada waktu siang atau sore hari. Maka, tidak mengherankan jika kita pada sore hari seringkali melihat anak jalanan yang masih memakai rok/ celana sekolah.
c) Anak yang hidup di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dan secara periodik pulang ke rumah.
Anak jalanan jenis ini umumnya sudah putus sekolah, mereka bekerja untuk menghidupi keluarga mereka atau ada juga yang memang lebih suka tinggal di jalan daripada di rumah. Anak-anak ini cenderung berperilaku dan berpenampilan seperti preman.
d) Anak yang bersama keluarganya hidup di jalanan.
Anak jalanan jenis ini, biasanya berasal dari daerah. Mereka datang ke kota bersama dengan keluarga mereka. Dengan maksud merubah hidup kea rah yang lebih baik. Sayangnya persaingan yang keras membuat mereka malah menjadi tunawisma di kota tersebut. Modal habis, ongkos pulang pun tak ada. Alhasil, mereka pun hidup dijalanan.


3.1.3 Dasar Hukum Mengenai Anak Jalanan

1. Anak (usia 18 tahun ke bawah) mempunyai hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 4).
2. Anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang, mendapat perlindungan dan berpartisipasi (Konvensi Hak Anak).
3. Anak yang bekerja lebih dari 4 jam/hari sudah dapat dikategorikan sebagai eksploitasi (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja).
4. Menurut UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).
3.1.4 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
Faktor Penyebab munculnya anak jalanan bisa dibedakan menjadi dua macam
1. factor utama
Penyebab anak-anak harus bekerja di jalanan adalah ketidakmampuan ekonomi keluarga (kemiskinan) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemiskinan yang terus membelit dan lapangan pekerjaan semakin sulit juga merupakan sekian banyak factor munculnya anak jalanan. Kebutuhan hidup yang terus bertambah dan harus segera dipenuhi merupakan suatu kondisi yang membuat orang tua rela "menyeret" anaknya bertarung dengan debu jalanan.
2. Factor Pendorong
a) Keinginan anak itu sendiri, baik karena prihatin terhadap kondisi kehidupan orang tua dan keluarganya ataupun karena ingin mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
b) Dipaksa oleh orang tua
c) Dipaksa oleh orang lain yang bukan keluarganya (ditipu/diperdaya secara halus ataupun dipaksa dengan kekerasan).
3.1.5 Fakta Masalah Mengenai Anak Jalanan

1. Sebagian besar anak jalanan yang berjenis kelamin laki-laki dan usia remaja (12 – 18 tahun) mempunyai kebiasaan minum-minuman keras dan pernah menggunakan narkotika.
2. Beberapa media massa di Indonesia termasuk di Bandung memuat berita mengenai tindak kekerasan, penipuan dan penganiayaan yang dialami oleh Anak Jalanan di kota Bandung.
3. Beberapa anak jalanan di kota Bandung mengakui bahwa mereka melakukan hubungan seks bebas.
4. Keberadaan anak jalanan di kota Bandung menurut Pemerintah mengganggu ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3) kota.
5. Anak jalanan sangat rentan terhadap perlakuan kasar
6. Sebaian besar anak jalanan adalah anak yang putus sekolah

3.1.6 Dampak Akibat Maraknya Anak Jalanan
Ada beberapa dampak negative yang diakibatkan oleh maraknya anak jalanan,. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. menjamurnya benih-benih premanisme,
2. terganggunya kenyaman pemakai jalan raya
3. mengganggu keindahan dan ketertiban kota
4. terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut
5. mengundang pola urbanisasi yang tinggi,
6.serta mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.
7. masa depan bangsa dipertanyakan
Salah satu daerah di Bandung yang menjadi tempat yang paling banyak diserbu oleh anak jalanan adalah Pasteur. Dimana berdasarkan data Dinas Sosial Kota Bandung, pada 2007 jumlah anak jalanan adalah 4.821 orang, itupun hanya yang tercatat saja. Sementara untuk 2008, Dinas Sosial memprediksi jumlah anak jalanan mencapai 8.000 orang lebih. Jumlah anak jalanan di Kota Kembang ini termasuk yang tertinggi di Indonesia. berdasarkan pemantauan Dinas Sosial, 90% dari anak jalanan bukanlah penduduk asli Bandung. Sebagian besar adalah pendatang, seperti dari Brebes.
Didalam kegiatannya, peredaran anak jalan itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada suatu lembaga ilegal yang terus mendorong anak jalanan agar terus tumbuh dan berkembang demi keuntungan pribadi semata. Dimana mereka diajarkan bagaimana meminta-minta, mereka harus memberikan uang setoran kepada “BOS”. Selain itu, tingkat pendidikan yang minim membuat mind set mereka dapat di setting sedemikian rupa oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan beragam iming-iming, mereka perlahan dikeluarkan dari ajaran agamanya. Yang menjadi sasaran, kebanyakan adalah anak-anak usia sekolah dasar. Biasanya anak-anak itu diiming-imingi makanan, uang, janji kehidupan yang lebih baik, janji disekolahkan dan lain lain.
Dari lika-liku kehidupan anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa masalah krisis ekonomi dapat memicu masyarakat menjadi kehilangan arah dan tidak terkendali, seperti maraknya anak jalanan. Dimana pekerjaan sebagai anak jalanan menjadi pekerjaan yang wajar karena bagi mereka kehidupan dijalan raya menjadi lahan yang subur untuk mendapatkan uang. Mereka menganggap bahwa dengan merengek, memelas dan mengamen dijalan raya dapat membuat mereka mendapatkan uang dengan mudah. Dukungan dari orang tua membuat mereka tetap bertahan dengan keadaan seperti ini. Para anak jalanan pun sepertinya bahagia saja menjalani kehidupan tersebut.
Dibawah ini setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak anak yang menikmati hidupnya sebagai anak jalanan:
1. Keberadaan anak-anak jalanan tersebut sudah dalam suatu format untuk mencari penghidupan di jalanan sehingga mereka mempunyai anggapan bahwa uang akan dengan mudah mereka dapatkan di jalanan.
2. Sifat kehadiran dan keberadaan mereka dijalan sangat tidak terpola yang diikuti oleh terbentuknya profesi-profesi liar yang dapat menimbulkan dampak –dampak yang negatif.
3. Belum adanya program yang terarah dan konkret dalam menanggulanginya.
4. Adanya ikatan secara psikografis antara anak-anak jalanan dengan jalan raya, sehingga tidak mudah untuk memisahkan begitu saja ikatan tersebut.
5. Belum terbentuknya “good will” dari semua unsur untuk mengatasi permasalahan pada tingkat yang lebih riil. Artinya dalam menanggulangi persoalan anak-anak jalanan harus ada kemauan yang kuat dari semua pihak dan masyarakat luas, untuk berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
3.2 Keterkaitan Antara Kemiskinan, Pendidikan Yang Rendah Dan Anak Jalanan
Seperti yang sudah diuraikan dalam bab 2, bahwa kemiskinan merupakan penyebab utama munculnya anak jalanan. Adapun untuk memahami keterkaitannya, kami mengambil sampel kemiskinan di Bandung. Dibawah ini dipaparkan angka kemiskinan di daerah Bandung baik di perkotaan maupun di pedesaan periode Maret 2008 – Maret 2009
TABEL 1
GARIS KEMISKINAN, JUMLAH DAN PRESENTASE PENDUDUK MISKIN
MENURUT DAERAH, MARET 2008-MARET 2009
Garis Kemiskinan (Rp/ Kapita/Bulan)
Daerah/ Tahun Makanan Bukan Makanan Total Jumlah penduduk Miskin (000 orang) Presentase Penduduk Miskin
Perkotaan
Maret 2008 133.704 57.120 190.824 2.617,4 10,88
Maret 2009 142.079 61.672 203.751 2.531,37 10,33
Pedesaan
Maret 2008 120.247 35.120 155.367 2.705,0 16,05
Maret 2009 132.845 42.348 175.193 2.452,20 14,28
Kota + Desa
Maret 2008 128.160 48.057 176.216 5.322,4 13,01
Maret 2009 138.275 53.710 191.985 4.983,57 11,96
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Modul Konsumsi Maret 2008 dan Maret 2009
Dari table diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa selama kurun waktu Maret 2008 – Maret 2009 Garis Kemiskinan naik sebesar 8,95%, yaitu dari Rp. 176.216,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp. 191.985,-pada Maret 2009. Besarnya nilai Garis Kemiskinan Makanan (GKM) pada Maret 2009 adalah sebesar Rp. 138.275,- dan untuk Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp. 53.710,-. Apabila diperhatikan tampak bahwa peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sangat dominan dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Selain itu, Gambaran ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran kebutuhan makanan dibandingkan non makanan.
Secara tidak langsung ini berarti, masyarakat menengah ke bawah cenderung mengabaikan pendidikan dan kesehatan. Alhasil, anak-anak yang harusnya bersekolah justru malah menjadi pekerja dengan alasan demi sesuap nasi. Hal ini jelas tidak adil, karena bagaimanapun juga mereka belum layak untuk bekerja. Lagipula, pendidikan yang rendah akan membuat mereka tidak bisa bersaing untuk mendapatkan pendidikan yang lebih layak. Alhasil merekapun jadi pekerja serampangan. Kerja apapun jadi yang penting dapat duit. Maka mulailah mereka menjadi pengamen, pedagang asongan, pengemis dan sebagainya. Jika ditinjau Berdasarkan indeks klasifikasi kemiskinan menurut UNDP (seperti yang dikemukakan di Bab 2 diatas) derajat kemiskinan penduduk di Bandung berada pada klasifikasi menengah tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat kemiskinan penduduk Jawa Barat relatif masih tinggi maka tidak mengherankan jika ada banyak anak jalanan di jawa barat. Bahkan ada kasus-kasus tertentu dimana orang tua sengaja membiarkan anak-anaknya menjadi anak jalanan. Untuk membantu perekonomian keluarga. Malahan ada yang sengaja membuang anaknya ke jalan dengan alasan kondisi perekonomian yang sulit.
Meskipun tidak ada kabupaten/kota yang tergolong berderajat kemiskinan tinggi, akan tetapi juga tidak ada satupun kabupaten/kota yang berderajat kemiskinan rendah. Dengan komposisi seperti itu bisa dikatakan bahwa tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Bandung secara relatif hampir sama. Ini berarti bahwa anak jalanan tersebar hampir di semua daerah di Bandung.
Padahal dalam Pasal 2 batang tubuh UUD 1945 memperjelas kewajiban negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pasal 26 B (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan tehnologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Meskipun dasar hukum untuk peningkatan pendidikan sangat kuat, namun pendidikan masih merupakan persoalan yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Pendidikan rata rata penduduk Indonesia masih sangat rendah , Badan Pusat Statistik ( BPS ) menunjukan 61 persen diantaranya bahkan tidak pernah lulus SD.
Berdasarkan data yang kami peroleh, Angka partisipasi Sekolah (APS), ratio penduduk yang bersekolah berdasarkan kelompok usia sekolah masih belum sesuai yang diharapkan. Susenas 2005 menunjukan bahwa APS untuk penduduk usia 7 – 12 tahun sudah mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai 81,0 persen, Angka tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 19 persen anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah atau putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Data Susenas mengungkapkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama anak putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan (75,7 persen), karena kebutuhan siswa jauh lebih besar dibandingkan dengan iuran sekolah misalnya seperti, mengeluarkan uang untuk biaya seragam dan perlengkapan sekolah, transportasi dan uang saku. Data susenas juga memperkirakan 19 % anak usia 13 s/d 15 tahun sudah tidak sekolah lagi atau droup out dan sebagian besar karena ekonomi keluarga tidak mampu. Hal ini banyak terjadi di RW 10 Desa Margahayu Selatan Kabupaten Bandung .
Pada intinya dapat disimpulkan bahwa kemiskinan menimbulkan orang tua tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya, sehingga anak-anaknya hanya mendapat pendidikan yang rendah, lalu pendidikan yang rendah ini membuat mereka tidak bisa bersaing untuk mendapat pekerjaan yang layak, karena keterbatasan keahlian yang mereka miliki, sementara disatu sisi kebutuhan hidup harus tetap terpenuhi akibatnya mereka memilih untuk bekerja dijalanan. Maka maraklah anak jalanan di berbagai daerah. Bahkan seiring dengan perjalanan waktu mereka semakin mengokohkan eksistensi mereka sebagai anak jalanan.
3.3 Upaya Penanggulangan Anak Jalanan
1. Program Perlindungan Anak
Penyediaan dan atau pemberian pelayanan-pelayanan sosial dasar bagi anak, utamanya yang berasal dari keluarga miskin sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi.
2. Program Rumah Singgah
Program Rumah Singgah kepada anak-anak jalanan merupakan pemberian kesempatan anak untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal belajar dan bermain sehingga bisa tumbuh dan berkembang secara optimal dan selaras fisik maupun psikis
3. Program Pelatihan dan Pemberian Bantuan Modal Usaha bagi Anak Jalanan
Program ini bertujuan untuk memberi latihan dasar keterampilan bagi anak jalanan dengan tujuan agar anak mampu melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri.
4. Pemberian Layanan Pendidikan Gratis
Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat tersebut
5. Optimalisasi program GNOTA (Gerakan Nasional orang tua asuh)
GNOTA (Gerakan Nasional orang tua asuh) yang berdiri pada tanggal 29 Mei 1996 yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas anak sebagai aset penerus bangsa disamping meminimalkan kemiskinan secara komprehensif dan menyeluruh, juga memiliki misi mengembangkan dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan anak bangsa.peranan GN-OTA ini dalam Prokesra MPMK dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah menuntaskan keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera 1. sedangkan yang kedua adalah pemberdayaan keluarga masa depan. Untuk memaksimalkan fungsinya diperlukan kerja keras untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari ancaman putus sekolah. Dana Boss Bantuan untuk biaya operasional anak – anak dari keluarga tidak mampu meliputi pengadaan buku- buku paket dan bantuan pembiayaan pendidikan yang manfaatnya adalah untuk mengurangi biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa.
6. Upaya lain yang dapat dilakukan dalam mencegah berkembangnya masalah maupun untuk mengatasi masalah anak putus sekolah tersebut adalah untuk mengembalikan mereka ke sekolah. Program pemerintah yang dapat memperkecil resiko tersebut yang telah dilaksanakan adalah Bantuan tunai melalui program PKH agar para keluarga miskin mau kembali menyekolahkan anak- anaknya.
7. Mengembangkan sistem sosial yang responsif dapat dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat.
8. Upaya penanganan masalah kemiskinan dapat dilakukan dengan cara penyediaan fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang mampu, program penyelamatan, program penciptaan lapangan kerja, program pemberdayaan, jaminan sosial dan program beasiswa bagi siswa yang berasal dari keluarga yang tidak mampu






BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian atau penjelasan dari makalah ini maka dapat disimpulka bahwa untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan efek-efek buruk akibat kemiskinan seperti busung lapar, gizi buruk, berbagai penyakit, perdagangan manusia, putus sekolah, anak jalanan, prostitusi, kriminalitas, dan lain-lain diperlukan kerjasama yang sinergi oleh semua pihak baik pemerintah, swasta, masyarakat maupun individu yang bersangkutan. Sebab sebagus apapun program yang ditawarkan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama yang baik dengan masyarakat.dan sesolid apapun kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat, tidak akan bias merubah banyak, jika individu yang bersangkutan tidak punya motivasi yang kuat untuk maju. Demikian halnya dengan maraknya peredaran anak jalanan dewasa ini, peran orang tua dan lingkungan sangat diharapkan guna membentuk pola pikir generasi muda yang baik. Karena masa depan negeri ini di tangan generasi muda sekarang.
4.2 Saran
Adapun Saran yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini adalah:
(1) Jejaring kerja penanggulangan kemiskinan hendaknya perlu diperluas tidak hanya menekankan pemerintah pusat dan daerah, namun juga harus memposisikan lembaga-lembaga universitas, LSM, swasta, masyarakat internasional, masyarakat sasaran dan keseluruhan stakeholder. Jejaring ini disarankan tidak bekerja dengan sistem komando yang bernuansa keproyekan, namun harus lebih pada inisiatif proaktif yanglebih dilatarbelakangi kuatnya komitmen.
(2) Para pihak yang terkait hendaknya melakukan kerjasama yang sinergi, jangan bekerja sendiri-sendiri
(3) Perkuat solidaritas dan rasa nasionalisme terhadap sesama bangsa Indonesia. Jangan saling mengutamakan kepentingan pribadi. Dahulukan kepentingan umum. Utamanya demi kemajuan negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ala, Andre B. 1981. Strategi Anti Kemiskinan Lima Tahap. Analisa Tahun X,No. 9, September 1981.
Alkostar, Artidjo. 1979. Potret Kehidupan Gelandangan Kasus Kota Ujung Pandang dan Yogjakarta, dalam Mahasin, Aswab. 1991.
Marliati. 1993. Perkampungan Kumuh Dan Kemiskinan. Studi Kasus di Pinggir Sungai Cipakancilan RT 03/Rw 06 Kelurahan Cibogor, Kecamatan Kota Bogor Tengah. Kodya Bogor. Bogor.
http://infozplus.wordpress.com/2008/01/22/memetakan-faktor-kemiskinan/
http://kontak.club.fr/index.htm dalam
http://bandung.detik.com/read/2009/04/07/184446/1111956/486/pelacuran-dan-pornografi-akibat-kemiskinan
http://smpn3ngalam72.forumotion.net/masalah-di-depan-mata-kita-semua-f9/kemiskinan-di-negeri-ini-dampaknya-t2.htm
http://kontak.club.fr/index.htm dalam

Menghitung Laju Inflasi dengan berbagai Indeks Harga:

inflasi secara umum dapat didefinisikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus. adapun untuk mrnghitung laju inflasi dapat men...